Selasa, 06 November 2012

Pakuwojo Kembangkan Ketela Unggul “Super Manggu”


Enam hektar lahan kering di Kabupaten Purworejo dijadikan lokasi pilot project pengembangan budidaya singkonga (ketela pohon) unggul “Super Manggu”. Kelompok tani (klomtan) setempat mendapat bantuan dari Dewan Pengurus Pusat (DPP) Paguyuban Keluarga Besar Purworejo (Pakuwojo) wilayah Jabodetabek. Tanam perdana dilakukan akhir pekan lalu, oleh Wakil Bupati Purworejo Suhar di Desa Mlaran Kecamatan Gebang.

 Klomtan yang mendapat bantuan adalah Klomtan Semangat Makmur Desa Malaran dan Maju Makmur Desa Ngaglik Kecamatan Gebang, Singkong Makmur Desa Somorejo/ Bagelen, Margo Mulyo Kelurahan Cangkrep Lor/ Purworejo, Marsudi Desa Cempedak/ Bruno, serta Maju Terus Desa Girimulyo/Kemiri.

Masing-masing klomtan luasnya satu hektar dengan bantuan  bantuan senilai Rp 17-19 juta. Bentuknya berupa bibit, obat-obatan, pupuk kandang, sewa lahan Rp 4 juta, dan bantuan sarana produksi lainnya. Penyerahan bantuan secara simbolis oleh Sekjen DPP Pakuwojo, Bambang Suwiryo, kepada ketua klomtan masing-masing.

Pada kesempatan tersebut Bambang Suwiryo,  mengungkapkan bahwa kegiatan tersebut merupakan salah satu bentuk program kerja organisasi 2011-2016, yaitu “berhimpun dan berbuat”. Pihaknya melakukan analisis dan kajian, terutama untuk daerah yang jauh dari aliran irigasi. Kemudian diputuskan untuk melakukan intensifikasi pertanian, melalui budidaya singkong unggul. “Hal itu  sejalan dengan slogan Gubernur Jawa Tengah, Bibit Waluyo, yakni bali desa bangun desa,” ungkapnya.

Pemilihan tersebut dengan bebagai pertimbangan, antara lain pasar singkong sangat terbuka dan potensi wilayah yang dimiliki Purworejo sangat luas.  Singkong “Super manggu” didatangkan dari wilayah Jawa Barat, yang dinilai mempunyai beberapa keunggulan, diantaranya produksinya sangat tinggi.

Bila singkong lokal produksi antara 6-8 ton/ hektar, Super Manggu bisa mencapai 40 ton basah per hektar. Kadar Aci lebih tinggi, yaitu sekitar 30%. Usia lebih pendek, 10-12 bulan. Untuk usia 10 bulan, diperuntukan bahan konsumsi, seperti makanan olahan. Sedangkan usia 12 bulan, sebagai pasokan pabrik pengolahan pati.

“Petani sebagai plasma akan mendapat sharing profit sebesar 20%. Besaran itu, saya optimis tidak akan merugikan petani, kendati harga ketela jatuh sekalipun. Kondisi itu akan tertutup dengan tingkat produksi yang sangat tinggi, bila dibandingkan ketela lokal. Intensifikasi ini kedepan arealnya akan diperluas. Untuk tahun 2013, direncanakan mencapai 50 hektar” katanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar